Kamis, 14 Oktober 2010

Implementasi Integrated Knowledge Management dalam Menumbuhkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang Berdaya Saing Tinggi dan Sinergis dengan Perbankan

Ketika batasan-batasan perdagangan menjadi semakin tipis, maka dunia akan menjadi borderless world. Artinya, setiap negara bebas untuk memasarkan produknya ke negara lain. Dan satu-satunya cara untuk menjadi pemenang adalah dengan memiliki daya saing tinggi dan terus melakukan inovasi. Saat ini, salah satu cara populer agar UMKM dapat berdaya saing tinggi adalah dengan implementasi knowledge management (KM). Namun, karena karakter UMKM yang berbeda dengan korporasi, maka implementasi KM tidak seluruhnya sama. Untuk itu, tulisan ini menawarkan model integrated knowledge management, sebuah KM terintegrasi yang mampu memfasilitasi seluruh cluster UMKM di tiap propinsi di Indonesia dan mampu berkolaborasi dengan dunia perbankan dan institusi lainnya. Sehingga, target yang dihasilkan dapat tercapai. Yaitu, menjadi UMKM berdaya saing tinggi, tumbuh berkembang, dan kuat dengan bantuan akses permodalan dari perbankan.
Kata kunci: Integrated Knowledge Management, UMKM, Daya saing, Perbankan.
Pendahuluan
Pada tanggal 20 Agustus 2007 lalu, Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) antara Indonesia dan Jepang resmi ditandatangani. Bagi Indonesia, momen ini bisa menjadi sebuah lompatan besar dalam meningkatkan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di persaingan global. Karena, sesuai dengan isi EPA, UMKM akan memiliki akses yang lebih mudah untuk menembus pasar Jepang. Selain itu juga, Jepang berjanji untuk menyediakan capacity building berupa pelatihan dan pertukaran pengetahuan.
Seperti telah diketahui, untuk dapat menembus pasar Jepang bukanlah suatu hal yang mudah. Standar ketelitian dan kualitas produk menjadi hal yang paling utama dibanding faktor penentu lainnya. Jadi, bila UMKM berhasil menembus pasar Jepang, tentunya akan sangat mudah juga untuk masuk ke pasar negara lain. Untuk itu peningkatan daya saing harus menjadi perhatian utama semua pihak agar UMKM di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang.
Memang, pada era globalisasi saat ini, daya saing menjadi sebuah senjata yang paling ampuh dalam memenangi pasar. Untuk bisa memiliki daya saing tinggi, banyak cara dilakukan para pelaku usaha. Mulai dari peningkatan kekuatan modal, menekan biaya produksi serendah mungkin, mengembangkan riset, sampai dengan yang baru-baru menjadi perhatian semua pihak yaitu meningkatkan modal pengetahuan atau knowledge capital.

Dengan modal pengetahuan, perusahaan dapat menjadi yang terdepan dalam memberikan solusi dan melakukan inovasi. Semua ahli manajemen maupun pelaku usaha sepakat bahwa kunci untuk menjadi pemenang ada di inovasi. Baik itu inovasi dalam sebuah produk, inovasi dalam pelayanan dan pemasaran, maupun inovasi dalam memberikan reward yang terbaik kepada karyawan dan pelanggan.
Prof. Leif Edvisson, pakar manajemen organisasi, mengungkapkan bahwa rasio nilai modal intelektual atau pengetahuan terhadap modal fisik adalah 5:1. Sedangkan, rasio nilai modal intelektual terhadap modal keuangan adalah 16:1. Ini berarti, pengetahuan menjadi aset terpenting bagi perusahaan dalam meningkatkan daya saing dan memenangkan persaingan.
Kita bisa mengambil contoh Microsoft sebagai salah satu perusahaan yang tumbuh pesat dengan kekuatan modal intelektual yang kuat. Seperti dikatakan harian New York Times baru-baru ini bahwa “The only factory asset of microsoft is the imagination of its workers.” Jadi, untuk bisa menghasilkan imajinasi luar biasa, dibutuhkan pengetahuan yang luar biasa pula.
Permasalahan UMKM
Sayangnya, ketika banyak pelaku usaha di manca negara berlomba-lomba meningkatkan daya saing melalui kekuatan pengetahuan, UMKM di Indonesia masih saja berkutat pada permasalahan klasik yang tak pernah kunjung selesai. Padahal, UMKM memegang peranan yang besar dalam mengendalikan perekonomian sebuah negara seperti Indonesia. Khususnya dalam hal ketahanan terhadap krisis dan mengatasi pengangguran.
Dari sekian permasalahan yang ada, kita dapat mengelompokannya menjadi dua permasalahan inti. Pertama, masalah yang berkaitan dengan permodalan. Seperti sulitnya mendapatkan tambahan modal produksi, rendahnya kemampuan mengelola keuangan, dan juga sulitnya menyerap dana dari dunia perbankan. Permasalahan ini berujung pada rendahnya produktifitas dan kesulitan dalam melakukan kontiunitas penyediaan produk.
Kedua, masalah yang berkaitan dengan pengetahuan. Misalnya kemampuan pemilik UMKM dalam mengelola usaha, mulai dari membuat strategi perusahaan sampai dengan bagaimana membuat produk yang inovatif dan memenangkan pasar ke manca negara. Semua yang berhubungan dengan pengetahuan menjadi sebuah modal penting yang perlu dimiliki. Tidak hanya oleh pemilik UMKM tetapi juga oleh para pekerja agar visi sebuah usaha bisa tercapai. Yaitu, menjadi perusahaan yang inovatif, berdaya saing tinggi, dan mampu memberikan gain yang optimal bagi stakeholder-nya.
Solusi Knowledge Management
Untuk itu dibutuhkan solusi yang ampuh dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi UMKM. Utamanya, sebuah solusi yang mampu memberikan kemudahaan akses modal yang tepat dan kemudahan akses terhadap semua pengetahuan yang dibutuhkan. Sebuah solusi yang tepat saat ini dan sudah mulai banyak digunakan dunia usaha adalah solusi knowledge management (KM).
Sederhananya, KM merupakan sebuah solusi bisnis berbasis web yang berguna dalam mengelola seluruh pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan. Mengelola disini tidak sebatas menyimpan, namun juga menciptakan budaya pembelajaran di lingkungan perusahaan melalui proses pertukaran pengetahuan. Sehingga, akan memudahkan perusahaan dalam melakukan pembelajaran secara mandiri dan dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapinya.
Dengan begitu, maka proses peningkatan pengetahuan perusahaan tidak akan memakan biaya besar dan waktu yang lama. Secara perlahan tapi pasti, budaya pembelajaran akan semakin tumbuh di lingkungan perusahaan. Alhasil, perusahaan pun bisa percaya diri berkompetisi untuk menjadi yang terbaik.
Steve Morrissey, pengamat KM, menjelaskan bahwa setidaknya ada lima keuntungan yang bisa didapatkan melalui penerapan KM. Pertama, mempersingkat waktu bekerja dengan mengeliminiasi proses kerja yang redundan. Kedua, menekan biaya pelatihan karyawan dan pemilik perusahaan karena hampir semua pengetahuan telah tersedia dalam sistem.
Ketiga, meningkatkan nilai penjualan karena adanya peningkatan kualitas produk dan layanan. Keempat, meningkatkan kualitas pelayanan ke pelanggan karena mempersingkat waktu dalam merespon pelanggan. Dan kelima, menumbuhkan semangat melahirkan inovasi-inovasi baru melalui budaya pembelajaran di lingkungan perusahaan.
Contoh baru-baru ini yang paling menarik adalah IBM. Pada akhir tahun 2000, pertumbuhan perusahaan yang terkenal dengan bisnis personal computer (PC) dan semikonduktor itu terus merugi. Namun, pada akhir tahun 2005, IBM mencatatkan pendapatan perusahaan yang luar biasa. Earning per share IBM menjadi 4,87 dollar US pada tahun 2005.
Lalu, apa kuncinya sehingga IBM berhasil kembali menjadi perusahaan yang sangat menguntungkan? Ternyata, salah satu yang dilakukan IBM adalah membangun motivasi karyawan dan menciptakan kompetensi karyawannya melalui penerapan KM. IBM percaya bahwa dengan peningkatan motivasi dan kompetensi karyawan yang signifikan, maka perusahaan akan bisa menciptakan produk dan solusi bagi pelanggannya.
Di Indonesia, setidaknya ada beberapa perusahaan yang telah menerapkan KM. Di antaranya adalah PLN, UTE Pandu Engineering selaku anak perusahaan United Tractor, dan Wijaya Karya. Alasan yang dikemukakan perusahaan-perusahaan tersebut hampir sama, yakni untuk menciptakan budaya pembelajaran dan mempermudah penciptaan solusi, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kapitalisasi perusahaan.
Solusi Integrated Knowledge Management bagi UMKM
Namun, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah model KM seperti apa yang cocok untuk UMKM? Tentu tidak seluruhnya sama antara model KM bagi UMKM dan bagi perusahaan besar atau korporasi. Lalu, bagaimana mengimplementasikan KM ke UMKM dan mengkolaborasikannya dengan pihak lain seperti perbankan? Mengingat di Indonesia karakter UMKM itu belum memiliki proses bisnis yang terintegrasi.
Secara umum, UMKM memiliki karakater sebagai perusahaan yang tidak memiliki modal keuangan kuat, rendahnya tingkat pendidikan para pemilik usaha dan pekerjanya, minimnya pengetahuan dalam mengelola perusahaan, rendahnya kemampuan menciptakan produk yang berkualitas tinggi, dan sulitnya bersaing di pasar manca negara. Selain itu, UMKM banyak tersebar di banyak daerah di seluruh Indonesia yang dikelompokan sesuai jenis usahanya masing-masing yang biasa dinamakan cluster.
Maka, melalui tulisan ini, penulis mengajukan model KM yang terintegrasi atau integrated knowledge management sebagai solusi tepat bagi UMKM di Indonesia. Model ini mampu memfasilitasi seluruh cluster UMKM di Indonesia dan juga dapat berkolaborasi dengan institusi lain seperti perbankan dan pemerintah. Mengapa? Karena untuk bisa menumbuhkan daya saing UMKM, diperlukan kerjasama semua pihak yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan UMKM. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
gambar1.jpg
Model integrated KM di atas dapat direalisasikan di tiap propinsi dengan melibatkan seluruh custer UMKM yang ada, perbankan, dan institusi lainnya. Sehingga, implementasinya dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, cepat, dan efektif.
Implementasi Integrated Knowledge Management
Untuk merealisasikannya, ada empat langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, menganalisis dan menentukan strategy objective dari integrated KM bagi UMKM. Kedua, bagimana mengimplementasikan sistem KM technology yang berbasis web agar mudah dimanfaatkan oleh semua UMKM dan semua pihak.
Ketiga, mendesain proses (skenario) agar dapat mencapai target dari penerapan integrated KM. Dan keempat, bagaimana menciptakan budaya pembelajaran, pertukaran pengetahuan, dan pemanfaatan integrated KM oleh semua pihak secara sinergis dan berkesinambungan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.
gambar2.jpg
Untuk langkah pertama, strategy objective, semua pihak yang berkaitan dapat duduk bersama dalam menganalisis faktor apa saja yang diperlukan UMKM agar dapat berdaya saing tinggi. Dengan kejelasan mengetahui faktor penentunya, maka strategy objective menjadi jelas dan terarah.
Michael Porter, pakar strategi dari Harvard Business School, mengungkapkan bahwa esensi dari sebuah strategi adalah bagaimana mengoptimalkan aktivitas bisnis secara unik atau berbeda dari yang dilakukan pesaing. Juga, menekankan pada pentingnya kebutuhan pelanggan, kemampuan akses pelanggan, dan ragam dari produk atau servis yang dimiliki perusahaan sebagai sebuah strategi positioning perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan bisa memiliki daya saing lebih tinggi dari pesaing dan berkesinambungan.
Jadi, inti strategy objective dari integrated KM bagi UMKM adalah harus fokus pada inovasi produk yang didukung mudahnya akses permodalan dan pemasaran.
Langkah kedua, implementasi teknologi KM berbasis web yang sangat berkaitan dengan teknologi informasi. Telah lama, teknologi informasi terbukti mampu merubah sebuah proses bisnis yang sebelumnya cenderung konvensional menjadi lebih cepat, informatif, inovatif, dan modern.
Dalam mengimplementasikan teknologi KM, faktor-faktor yang telah ditentukan oleh semua pihak di awal harus dapat diwujudkan melalui fitur-fiturnya. Secara mendasar, ada empat fitur yang wajib dimiliki oleh sistem KM.
Fitur pertama, knowledge storage tools, yang memudahkan UMKM dan semua pihak dalam mengumpulkan dan menyimpan data mapun infomasi. Karena berbasis web, maka proses penyimpanan data, informasi, dan pengetahuan bisa dilakukan dari mana saja dan pada saat kapan saja.
Fitur kedua, search and retrieval tools, dapat memudahkan UMKM dalam melakukan pencarian informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam database. Misalnya, ketika seorang pelaku UMKM memerlukan standar dan spesifikasi untuk industri jamur sitake ke jepang, maka dengan mudah dpat mencarinya dalam sistem ini.
Fitur ketiga, collaboration tools, memudahkan UMKM melakukan kolaborasi dengan pihak lain dalam mengoptimalkan proses bisnisnya. Misalnya saat membutuhkan dana untuk tambahan biaya produksi, maka UMKM dengan mudah dapat berkolaborasi dengan perbankan atau BI. Semua infomasi dan bagaimana cara melakukan peminjaman dana kepada pihak perbankan telah tersedia secara detail. Pihak perbankan pun melalui sistem ini selalu berinisiatif dalam mendistribusikan informasi dan data mengenai penyediaan dana kredit dan prosedurnya.
Selain itu, UMKM dan perbankan dapat berkolaborasi dalam mempercepat peningkatan inovasi produk, penyelesaian masalah produksi dan pemasaran, hingga pengambilan keputusan bisnis. Kolaborasi ini bisa dilakukan secara online, dimana saja, dan kapan saja. Sehingga, kolaborasi yang terjadi sangat sinergis dan saling menguntungkan satu sama lain.
Fitur keempat, communication tools, memungkinkan setiap pengguna untuk berkomunikasi kepada pihak lain secara real time dan dimana saja. Dengan begitu, maka proses bisnis yang dilakukan bisa berjalan efesien dan efektif. Misalnya komunikasi yang dilakukan oleh pemilik usaha dengan para karyawannya. Atau komunikasi yang bisa dilakukan antara pemilik usaha dengan pihak perbankan.
Melalui pemanfaatan fitur-fitur tersebut, maka UMKM dan institusi lainnya dapat melakukan kolaborasi dalam hal penukaran pengetahuan dan pengalaman, serta proses kerjasama bisnis seperti penyluaran kredit dari perbankan kepada UMKM. Tingkat kemampuan akses dari fitur-fitur ini bisa dilihat pada gambar 3.
Dengan simbol anak panah pada gambar, terlihat kemampuan dan keterbatasan akses. Misalnya, UMKM dapat mengakses semua fitur yang ada secara dua arah. Hal ini dimaksudkan agar UMKM dapat mengoptimalkan pemanfaatan fitur yang ada sehingga dapat meningkatkan daya saing mereka.
Sedangkan untuk perbankan, memiliki akses dua arah untuk collaboration dan communication. Hal ini dimaksudkan agar perbankan fokus dalam melakukan kerjasama bisnis dengan UMKM melalui fasilitas pemberian kredit. Dan untuk fitur knowledge storage tool, perbankan cukup memiliki akses satu arah, yaitu dalam membantu membagi data, informasi, dan pengetahuan.
Tingkat akses yang kurang lebih sama juga berlaku untuk institusi lainnya seperti misalnya Departemen Koperasi. Hal ini dimaksudkan agar institusi lain fokus dalam mentransfer pengetahuan dan pengalamannya serta dalam hal kerjasama bisnis. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
gambar3.jpg
Kemudian, langkah ketiga setelah dilakukannya pembuatan sistem KM adalah mendesain proses dalam mencapai target-target baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Proses pertama adalah knowledge exchange. Pada proses ini target yang diharapkan adalah setiap pihak yang berkepentingan seperti UMKM dapat secara mudah melakukan pencarian data, informasi, dan pengetahuan dalam sistem KM. Untuk itu, pada tahap ini sistem KM mampu membuat ruang kerja berbasis web yang memudahkan perbankan, UMKM, dan pihak lain dalam menyimpan dan membagi data, informasi, dan pengetahuannya.
Proses berikutnya adalah knowledge outfitting, yang memungkinkan UMKM, perbankan, dan pihak lainnya dapat berinteraksi, berbagi ide, pengalaman dan solusi bisnis. Pada proses ini, UMKM mendapatkan tacit knolwedge yang berasal dari UMKM lain atau pihak lain yang lebih berpengalaman.
Proses ketiga, yaitu knowledge accelerator. Setelah dua proses sebelumnya berjalan lancar, maka pada proses ini diharapkan terjadi peningkatan kinerja bisnis UMKM melalui peningkatan pengetahuan, inovasi dan solusi baru. Selain itu, pada proses ini UMKM dapat melakukan pengukuran kinerja bisnisnya dari kinerja-kinerja sebelumnya, sehingga terus terjadi proses perbaikan kinerja bisnis di masa depan.
Pada proses keempat, knowledge integrator, sistem KM dapat diintegrasikan dengan sistem lain seperti sistem aplikasi keuangan, sumber daya manusia, dan sistem pemasaran sehingga mampu menciptakan value yang nyata bagi para stakeholder-nya.
gambar4.jpg
Pada proses ini, baik UMKM maupun perbankan dan pihak lain dapat mengukur kinerja dari seluruh bisnis yang terkait. Mulai dari peningkatan daya saing UMKM dalam memenangkan persaingan, peningkatan penyerapan kredit perbankan ke UMKM, serta peningkatan nilai ekspor produk Indonesia ke manca negara.
Dan terakhir, langkah keempat dalam mengimplementasikan KM adalah menciptakan budaya. Dalam hal ini meliputi budaya pembelajaran dan kemauan berbagi data, informasi dan pengetahuan. Bagaimana menciptakan sebuah lingkungan agar semua pihak mau belajar secara terus menerus sehingga mampu tecipta daya saing yang tinggi. Baik daya saing personal, daya saing UMKM, maupun daya saing perbankan dan pihak lainnya.
Dalam menciptakan budaya ini, diperlukan sebuah strategi internal marketing. Sederhananya, internal marketing merupakan sebuah strategi pemasaran yang bertujuan untuk memenangkan heartshare dan mindshare karyawan.
Strategi ini bertujuan agar karyawan dalam sebuah perusahaan menjadi nyaman, sejahtera, dan mampu memberikan kinerja terbaiknya bagi perusahaan. Misalnya dengan memberikan reward atau bonus lebih baik, pelatihan dan pengetahuan yang kontinu, serta harapan karir yang tinggi. Untuk mensosialisasikan hal itu, diperlukan promosi dan komunikasi kepada semua karyawan. Sehingga distribusi informasi dan strategi internal marketing bisa berjalan optimal.
Untuk integrated KM, strategi internal marketing ini perlu juga dilakukan. Hal ini bertujuan agar para pelaku UMKM di banyak cluster di Indonesia dan institusi lainnya semakin giat dalam berbagi tacit dan explicit knowledge-nya kepada UMKM lain. Misalnya dengan melakukan reward berupa training ke luar negeri atau ke Jakarta bagi yang aktif berbagi pengetahuannya.
Tentunya, akan banyak sekali reward yang bisa diberikan kepada UMKM sehingga integrated KM ini menjadi lebih hidup dan aktif. Untuk itu, proses promosi, edukasi, dan sosialisasi harus terus dilakukan secara efektif sehingga implementasi KM ini bisa berjalan optimal.
Proses promosi dan edukasi ini sangat perlu mengingat banyaknya perusahaan yang membangun sistem KM namun tidak berjalan karena tidak adanya budaya pembelajaran yang terjadi pada diri para pelaku bisnis dan karyawan. Alhasil, KM tidak lebih hanya menjadi benda mati yang berfungsi sebagai gudang. Untuk itu budaya pembelajaran harus benar-benar diciptakan agar implementasi ini tidak sia-sia, namun bisa sesuai dengan cita-cita awal yakni meningkatkan daya saing UMKM dan penyerapan kredit dari perbankan.
Mengukur Dampak Implementasi
Tentunya, setelah dilakukan semua tahapan dalam implementasi integrated KM, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Namun, dalam proses monitoring dan evaluasi diperlukan parameter-parameter yang dapat mengukur kinerja integrated KM baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan begitu, maka kinerja dari integrated KM ini akan selalu terjaga dan lebih baik seiring dengan berjalannya waktu.
Beberapa parameter pengukuran kualitatif dan kuantitatif bisa dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
tabel1.jpg
Kesimpulan
Jadi, pada era perdagangan bebas saat ini, batasan-batasan perdagangan menjadi semakin tipis. Seperti dikatakan salah satu guru pemasaran Asia, Kenichi Ohmae, bahwa dunia akan menjadi borderless world. Setiap negara bebas untuk memasarkan produknya ke negara lain. Pembatasan ekspor yang sebelumnya berdasarkan kuota yang diberikan oleh negara pengimpor sudah tidak berlaku lagi.
Terbukanya pasar yang lebih luas juga dimungkinkan dengan adanya perjanjian multilateral seperti WTO, GATT, dan kerjasama regional AFTA. Sehingga pasar semakin luas dan lalu lintas perdagangan semakin ramai. Akhirnya hanya perusahaan berdaya saing tinggi saja yang akan mampu bertahan. Karena itu, berbagai usaha terus dilakukan agar setiap perusahaan dapat berkompetisi sampai ke pasar manca negara. Tidak terkecuali UMKM.
Untuk itu, penulis menawarkan model integrated KM, sebuah KM terintegrasi yang mampu memfasilitasi seluruh cluster UMKM di tiap propinsi di Indonesia dan mampu berkolaborasi dengan dunia perbankan dan institusi lainnya.
Untuk merealisasikannya, ada empat langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, menganalisis dan menentukan strategy objective dari integrated KM bagi UMKM. Kedua, bagimana mengimplementasikan sistem KM technology yang berbasis web agar mudah dimanfaatkan oleh semua UMKM dan semua pihak. Ketiga, mendesain proses (skenario) agar dapat mencapai target dari penerapan integrated KM. Dan keempat, bagaimana menciptakan budaya pembelajaran, pertukaran pengetahuan, dan pemanfaatan integrated KM oleh semua pihak secara sinergis dan berkesinambungan.
Sehingga, target yang dihasilkan dapat tercapai. Yaitu, menjadi UMKM berdaya saing tinggi, tumbuh berkembang, dan kuat dengan bantuan akses permodalan dari perbankan.***


sumber :  
http://www.yokikuncoro.com/2007/10/30/154/

Tidak ada komentar: